Entah apa yang harus aku rasakan sekarang. Bahagia, kecewa, terluka, atau harus tersenyum karena terpaksa melihatmu bahagia bersanding dengan seorang wanita yang namanya kau sebut di depan penghulu. Sebab aku pernah bermimpi dan sempat percaya kalau wanita itu sekarang adalah aku.
Mengenalmu
dulu bagaikan hujan di musim kemarau, menyegarkan dan memberikan
harapan tentang sebuah kehidupan baru yang nantinya aku miliki. Kita
dulu hanya saling mengenal, tanpa meminta untuk dipersatukan. Apalagi
menjalin sebuah hubungan yang lebih dari sekedar persahabatan.
Ia,
dahulu kita pernah saling berbagi rasa. Berbagi cerita saat malam tiba
tentang siang yang penuh dengan petualangan. Hari yang selalu memberikan
tantangan adalah satu dari sejuta hal yang aku ceritakan. Dan entah
kenapa rasa nyaman itu timbul dengan sendirinya. Sampai dirimu
mengutarakan rasa dan aku menerimanya.
Berjuang
untuk saling menguatkan dan menjaga satu sama lain. Berjanji, kalau
yang namanya perpisahan tidak akan pernah datang dan membawa salah satu
dari kita. Kita adalah anak manusia yang sedang belajar untuk menjaga
dan memupuk sebuah rasa yang disebut dengan cinta.
Sampai
tiba saatnya kita harus berpisah karena studyku yang masih belum
selesai dan kau harus menerima pekerjaan di luar kota. Sekarang ada
sekat yang dinamakan rindu menghalangi kita, tapi kita berusaha untuk
saling setia. Ya setia, kata yang sangat mudah terucap tapi sangat sulit
untuk di jalani.
Sampai
pada suatu hari tugas akhirku mendapatkan fokus yang sangat besar dan
komunikasi menjadi satu hal yang sulit. Dan akhirnya waktu memberikan
jawaban, kalau kisah cinta kita harus diakhiri karena seorang wanita
telah kau pilih untuk jadi seorang istri. Memaafkan menjadi hal yang
sulit, saat kenangan manis bersamamu selalu berbuah tangis. Kenapa harus
kita, kenapa harus saat ini, dan kenapa harus ada perpisahan setelah
hati merasakan kenyamananan.
Iklasku
bersamamu, walau lidah ini tidak bisa mengucapkan satu katapun. Tapi
aku yakin kau mengerti dengan tetes air mata yang jatuh saat resepsi
pernikahanmu. Hari dimana kata maaf sudah tidak lagi bermakna dan
kembali adalah satu hal yang mustahil.
Tanganku
tersasa dingin saat bersalaman denganmu dan entah mengapa berasa amat
sulit hanya untuk sekedar mengucapkan kata selamat. Sama halnya dengan
kisah kita yang dulu, yang sedang aku usahakan untuk menguburnya
dalam-dalam di gelapnya penyesalan.
Terimakasih sudah menjadi bagian dari kisahku, karena sekarang tangis dan penyesalan tidak lagi berarti. Terimakasih...
jombloo
CAR,HOME,DESIGN,HEALTH,FOREX,LIFEINSURANCE,TAXES,INVESTING,BONDS,ONLINETRADING,SEO
CAR,HOME,DESIGN,HEALTH,FOREX,LIFEINSURANCE,TAXES,INVESTING,BONDS,ONLINETRADING,SEO